PROBOLINGGO, iNewsBatu.id - Haul KH. Hasan Saifourridzall, Pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong, Probolinggo, dibanjiri puluhan ribu warga pada Jumat (7/6/2024) malam.
Mereka datang untuk mencari berkah dan mendengarkan kisah teladan sang kiai negarawan tersebut. Puluhan ribu warga yang hadir memadati halaman pesantren hingga ke jalan-jalan sekitarnya.
Mereka hanya duduk beralas plastik di atas aspal jalan, nampak tenang mengikuti acara dengan penuh khidmat.
Jalan yang menjadi arus lalu lintas kendaraan itu benar-benar padat dengan warga, sehingga jalan harus ditutup dan dialihkan sementara hingga acara haul selesai.
Kepadatan warga di jalanan tersebut merayap hingga satu kilometer.
Saat kisah teladan KH. Hasan Saifourridzal dilantunkan oleh Gus dr. Muhammad Haris Damanhuri, salah satu Pengasuh Pesantren Zainul Hasan Genggong, seluruh warga terlihat terdiam sunyi.
Mereka mendengarkan setiap untaian cerita yang diuraikan oleh Gus Haris.
Sejatinya, KH. Hasan Saifourridzall merupakan kholifah ketiga sebelum KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah.
Selama masa hidupnya, kiai yang akrab disapa Nun Ahsan itu tidak hanya mengurus santri dan pesantren saja, melainkan juga terlibat dalam politik praktis dan pemerintahan.
Saat itu, Nun Ahsan diminta oleh KH. Abdurrahman Wahid untuk bergabung dengan Partai Golkar dengan niatan berkhidmat kepada umat melalui jalur politik dan pemerintahan.
Dalam perjalanannya, Nun Ahsan sangat aktif dalam berkontribusi pada partai tersebut, sehingga mendapat banyak kepercayaan dari internal elit partai.
Saat itu, banyak kiai yang ditangkap dan dipenjarakan atas perintah Presiden Soeharto.
Namun, dengan peran aktif Nun Ahsan dalam politik dan pemerintahan saat itu, dia berhasil membebaskan para kiai dari penjara.
"Saat KH. Hasan Saifourridzall masuk dalam pemerintahan itu, banyak cibiran dan cemooh dari banyak orang. Tapi semua dihadapi dengan penuh kesabaran," ungkap Gus Haris dalam sambutannya.
Meskipun aktif dalam politik dan pemerintahan, Nun Ahsan tidak pernah melupakan tugas utamanya sebagai kholifah pesantren. Ia tetap mendidik dan membina santri dengan penuh keikhlasan.
Demikian pula sikap hormatnya kepada orang tua. Nun Ahsan selalu menyempatkan diri untuk meminta izin dan restu kepada ibunya setiap akan beraktivitas. Tidak hanya itu, ia juga sering mencium kaki ibunya.
"Selalu izin ke ibu, untuk mendapat restu dan izin kemanapun beliau pergi. Beliau tidak hanya seorang kiai, melainkan juga negarawan dan pejuang kemerdekaan," jelas Gus Haris.
Editor : Ahmad Hilmiddin