Merangkai Harapan Lewat Desain: Kisah Rahmatulloh, Pemuda Daksa dari Kediri

KEDIRI, Batu.iNews.id – Di sebuah sudut Desa Plosorejo, Gampengrejo, Kabupaten Kediri, tinggal seorang pemuda bernama Rahmatulloh. Ia lahir dengan kondisi daksa, keterbatasan fisik yang membatasi mobilitas banyak orang.
Namun bagi Rahmatulloh, keterbatasan justru menjadi titik tolak. Bukan untuk mengiba, melainkan untuk menantang dunia.
Lahir tahun 1994, Rahmatulloh tumbuh dengan kepercayaan bahwa dirinya mampu. Ia menyelesaikan studi di Universitas Nusantara PGRI Kediri, jurusan Teknik Informatika, dengan konsentrasi pada sistem informasi dan perangkat lunak.
Judul skripsinya pun mencerminkan daya analitisnya: Penerapan Algoritma Nearest Neighbor (K-NN) bagi Hakim dalam Menentukan Pertimbangan Hukuman Tindak Pidana Pencurian di Pengadilan Negeri Kediri Kelas I-B.
Rahmat menyelesaikan studi dengan IPK 3,45, angka yang tak sekadar nilai akademik, tapi tanda ketekunan dan konsistensi.
Dunia desain datang tanpa aba-aba. Ia mengenal software grafis saat masih kuliah. Tak ada guru profesional. Hanya layar komputer, tutorial daring, dan rasa penasaran yang tak kunjung habis.
Ia lalu mengikuti berbagai pelatihan, mulai dari Karisma Academy hingga Program DOPE dan Ayo Inklusif!. Semua diikuti demi satu tujuan, menjadikan kemampuan desain sebagai alat untuk menyampaikan suara.
Rahmatulloh menapaki dunia profesional lewat Tabloid Nyata pada 2019–2020 sebagai layout designer. Kemudian, kariernya berlanjut di TIMES Indonesia, tempat ia bekerja dari 2020 hingga saat ini sebagai layout dan graphic designer untuk e-Koran.
Kemudian di Tahun 2022, ia sempat magang di Indika Foundation, lembaga yang bergerak di bidang pembangunan sosial, di divisi komunikasi.
Di sela pekerjaan, ia juga menjadi desainer lepas untuk pelatihan daring di Jombang dan organisasi sosial di Mataram, NTB.
Semua dilakukan dari rumah, tetapi hasil karyanya menjangkau lebih luas dari ruang tamunya. Ia mengoperasikan Adobe Photoshop, Illustrator, InDesign, Capcut, dan Canva dengan keluwesan profesional.
Namun, Rahmat bukan sekadar pekerja desain; ia adalah pembuat narasi. Di media sosialnya: Instagram dan Facebook, ia membagikan potongan perjuangan: tentang disabilitas, tentang kemandirian, tentang semangat. Konten-kontennya ringan, namun dalam menginspirasi tanpa menggurui.
“Saya ingin menunjukkan, disabilitas bukan akhir, tapi bisa jadi awal menata masa depan,” ujar Rahmat.
Hari ini, Rahmatulloh tidak sekadar merancang visual. Ia tengah membingkai harapan. Bahwa siapa pun, tak peduli bagaimana ia dilahirkan juga punya ruang untuk tumbuh, untuk dihargai, dan untuk memberi makna.
Editor : Ryan Haryanto