JAKARTA, iNewsBatu.id - Pada era 1970-an, pecinta rokok Tanah Air sangat familiar dengan rokok merk Bentoel. Di seluruh pelosok Indonesia, rokok Bentoel sangat terkenal dan disukai para perokok.
Bentoel sedari awal hingga kini adalah produsen rokok dari Malang. Meski berbasis di Malang, pendiri Bentoel tak berasal dari Malang. Ong Hok Liong lahir di desa Karang Pacar, Bojonegoro 12 Agustus 1893. Sejak era 1930-an, Ong Hok Liong bersama Tjoa Sioe Bian mendirikan pabrik rokok di Malang.
Sejarah Rokok Bentoel
Perusahaan ini bermula dari pabrik rokok kecil bernama “Strootjes Fabriek Ong Hok Liong” yang didirikan oleh Ong Hok Liong di Malang pada 10 September 1930. Pada tahun 1951, perusahaan ini menjadi NV Pertjetakan Hien An (atau Hien An Kongsie).
Pada 1954 pabrik rokok tersebut berubah nama menjadi PT Perusahaan Rokok Tjap Bentoel. Dibantu oleh tetangganya, Tjoa Sio Bian, Ong merintis perusahaan rokoknya sebagai industri rumahan yang dikerjakan pembuatannya dengan tangan dan dijajakan sendiri.
Sebelum memproduksi merek Bentoel, Ong dengan pabriknya sudah merintis banyak merek, seperti Gendang, Kelabang, Lampu, Turki, dan Djeruk Manis namun semuanya gagal dan tidak sukses.
Ke Makam Mbah Djoego di Gunung Kawi
Tidak suksesnya perusahaan rokok yang didirikan Ong, membuat dia gelisah. Ong lalu pada tahun 1935 berziarah di Gunung Kawi, ke makam Mbah Djoego.
Kepada juru kunci makam Mbah Djoego, Ong bercerita bahwa dia sering bermimpi Bentul dalam ejaan lama Bentoel. Menurut sang juru kunci, Ong harus merubah mereknya menjadi Bentoel, maka ia akan sukses. Lalu Ong melakukan saran tersebut, dia merubah merek dan ternyata sukses.
Perusahaan Rokok Pertama Memproduksi Rokok Kretek Filter Buatan Mesin
Pada 1950, Ong memiliki 3.000 karyawan dan meluaskan pabriknya di Blitar. Pada akhir tahun 1960-an, akibat masalah ketenagakerjaan, Bentoel Group menjadi perusahaan pertama di Indonesia yang memproduksi rokok kretek filter buatan mesin dan membungkus kotak rokoknya dengan plastik.
Inovasi-inovasi ini kemudian menjadi standar pada industri tembakau nasional. Pada 1970-an, Bentoel sudah menancapkan kukunya sebagai salah satu pemain besar di industri rokok nasional dengan berada posisi ke-3.
Perusahaan ini pun berusaha ekspansif dengan membangun sarana, anak usaha dan meminjam dana dari berbagai bank. Saham PR Tjap Bentoel pada masa ini, tersebar pada sejumlah keluarga dan keturunan Ong.
Berbagai jenis rokok produksi Bentoel.
Beralih Kepemilikan
Pada akhir 1980-an, PT Perusahaan Rokok Tjap Bentoel menghadapi masalah ketika pabrik kretek ini tidak mampu membayar pinjamannya ke BRI dan Bank Bumi Daya senilai US$ 170 juta.
Masalah ini baru terungkap ke publik pada September 1991 dan menjadi pemberitaan berbagai media massa. Memasuki tahun tersebut, hutang Bentoel, termasuk ke kreditor asing sudah menggelembung menjadi US$ 350 juta dan perusahaan ini terikat krisis likuiditas.
Ada yang menganggap masalah ini, merupakan efek dari devaluasi mata uang oleh pemerintah, ada juga yang menganggap bahwa ini merupakan akibat dari pertikaian keluarga pemilik.
Namun ada juga yang menganggap Presiden Direktur Bentoel pada saat itu, Budhiwijaya Kusumanegara (yang merupakan generasi ketiga keturunan Ong Hok Liong) tidak bagus dalam mengelola salah satu pabrik rokok terbesar di Indonesia ini. Budhiwijaya dituduh telah menyelewengkan pinjaman itu untuk kepentingannya sendiri.
Keluarga pendiri kemudian memutuskan untuk menawarkan 70% sahamnya dan sepanjang Juni-Oktober 1991 sejumlah pengusaha, termasuk putra Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra berusaha untuk membelinya walaupun gagal. Pada akhirnya, yang mendapatkan PR Bentoel adalah Peter Sondakh dan Rajawali Wira Bhakti Utama-nya.
Pendirian PT Bentoel Prima merupakan wujud dari upaya Rajawali untuk memprofesionalisasikan manajemen perusahaan yang sebelumnya dikelola keluarga Ong selama 60 tahun tersebut.
PT Bentoel Prima didirikan pada tahun 1997, dan sebagai modal awalnya adalah aset PT PR Tjap Bentoel yang diserahkan pada perusahaan ini. Untuk memuluskan rencananya, Peter secara langsung melakukan negosiasi dengan para kreditor agar perusahaan ini bisa berjalan dan berusaha mengatasi 21 masalah/akar kerugian yang menimpa Bentoel.
Hasil baiknya, sejak 24 Maret 1997, PT Bentoel Prima sudah terlepas dari aneka hutang lamanya, tanpa melakukan PHK dan di tahun 1999 perusahaan ini sudah bisa mendapatkan untung.
Di tahun 2000, PT Bentoel Prima mengalami masalah karena terjerat hutang ke BPPN senilai Rp 281 miliar. PT Transindo yang sudah dibawah kendali Bhakti kemudian mengakuisisi 75% saham Bentoel Prima dari tangan Rajawali (dan 75% PT Lestariputra Wirasejati, yang memproduksi rokok Star Mild) dengan total transaksi Rp 349 miliar.
Sejak saat itu, praktis saham mayoritas PT Bentoel Prima dimiliki oleh PT Transindo Multi Prima dengan sisanya dimiliki langsung oleh Rajawali dan pihak lain.
Artinya, bisa dikatakan bahwa PT Bentoel Prima kini bisa masuk ke bursa saham dengan metode backdoor listing. Seiring proses ini, pada 11 Februari 2000, PT Transindo Multi Prima resmi berganti nama menjadi PT Bentoel Internasional Investama Tbk yang menjadi perusahaan induk dari dua pabrik rokok yang sudah diakuisisinya tersebut.
Diambil Alih British American Tobacco
British American Tobacco (BAT) resmi mengambil alih 85% saham pengendali di perusahaan rokok terbesar nomor 4 di Indonesia, PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA), dari PT Rajawali Corpora dan para pemegang saham lainnya dengan harga US$ 494 juta.
BAT telah mengakuisisi 85% saham Bentoel senilai US$ 494 juta.Harga tersebut setara dengan Rp873 per saham, dengan premi sebesar 20 persen diatas harga penutupan Bentoel sebesar Rp730 per saham pada tanggal 15 Juni 2009.
British American Tobacco adalah grup perusahaan rokok terbesar nomor dua di dunia dilihat dari pangsa pasar global dengan merek-merek rokok yang dijual di lebih dari 180 pasar. Di tahun 2008, anak-anak perusahaannya menjual 715 miliar rokok yang dibuat di 49 pabrik di 41 negara dan mempekerjakan lebih dari 50.000 orang. British American Tobacco didampingi oleh penasehatnya Deutsche Bank dan UBS.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta
Artikel Terkait