Alun-Alun Tugu dan Transformasi Kota Malang
Hanya berupa taman terbuka, alun-alun ini menjadi saksi bisu perkembangan Kota Malang, khususnya saat statusnya berubah menjadi Kota Madya pada tahun 1914.
Bahkan, ketika Balai Kota dibangun di sisi selatan pada 1930-an sebagai bagian dari rencana pembangunan kota atau Bouwplan, alun-alun ini tetap menjadi pusat perhatian.
Perubahan Pasca-Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka, pada 17 Agustus 1946, ada inisiatif untuk mendirikan monumen di tengah taman yang kala itu masih dikenal sebagai Alun-alun Bunder.
Peletakan batu pertama pembangunan Monumen Tugu ditandai dengan hadirnya Presiden Soekarno dan A.G. Suroto.
Sayangnya, monumen ini tak sempat selesai sebelum pecahnya Agresi Militer I pada tahun 1947, di mana Belanda menghancurkannya sebagai bentuk kemarahan atas perlawanan gigih dari arek-arek Malang.
Pembangunan Kembali dan Makna Simbolis Monumen Tugu
Tahun 1953, Monumen Tugu dibangun kembali oleh Pemerintah Kota Malang dan diresmikan oleh Presiden Soekarno. Desain monumen tersebut sarat akan makna simbolis.
Puncaknya berbentuk bambu runcing, melambangkan senjata perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah.
Di sekeliling tugu, rantai melambangkan persatuan yang tak bisa diputus. Selain itu, bintang dengan 17 pondasi, 8 tingkat, dan tangga berbentuk 4 dan 5 sudut menyiratkan tanggal kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945.
Keindahan Monumen Tugu semakin lengkap dengan kolam yang dipenuhi bunga teratai merah dan putih, simbol keberanian dan kesucian yang menggemakan warna bendera Indonesia.
Editor : Ahmad Hilmiddin
Artikel Terkait