Kusno kecil yang sedang sakit parah lalu diobati, Mas Mendung berpesan kepada orang tuanya agar nama Kusno harus diganti nama jika ingin sembuh dari penyakitnya. Setelah itu, kondisi Kusno kecil pun membaik, dan Ibunya Ida Ayu menceritakan pesan Mas Mendung itu kepada suaminya RM Soekemi Sosrodiharjo.
Mengajak Kusno kecil, ibunya Ida Ayu dan Ayahnya Soekemi pergi menemui Mas Mendung di Desa Pojok. Ketika bertemu Soekemi dan Mas Mendung bertatap muka dan keduanya berpelukan dikarenakan ternyata mereka masih memiliki hubungan saudara. Mas Mendung ternyata adalah nama samaran dari RM Pandi Soemosewojo yang ibunya merupakan saudara dari ayah Soekemi, kakek dari Bung Karno.
"Suasana menjadi cair dan Eyang Soemosewojo lantas mengajukan syarat lain yaitu ingin mengambil Bung Karno sebagai anak angkatnya", ujar Kushartono.
Kusno dan kedua orang tuanya pun tinggal di rumah Soemosewojo, selama waktu yang dibutuhkan untuk pengobatan Bung Karno.
Sejak itu, Ndalem Pojok menjadi rumah kedua bagi Bung Karno. Ketika Bung Karno pindah sekolah ke HBS di Surabaya tahun 1915, beliau sering meluangkan waktunya mampir ke Ndalem Pojok saat perjalanan pulang ke Blitar.
"Di rumah ini, Bung Karno ketika remaja bahkan sering ngobrol dan berdiskusi dengan para tokoh Syarikat Islam (SI) seperti Alimin dan Musso", tutur Kushartono.
Menurut Kushartono, di rumah itu dibimbing Soemosewojo Bung Karno memperdalam kemampuan berpidato yang banyak dia dapatkan dari HOS Tjokroaminoto di Surabaya. Soemosewojo sendiri merupakan ketua SI dari Kediri.
Editor : Supriyono