MALANG, iNewsBatu.id – PMII Komisariat Brawijaya mengeluarkan pernyataan sikap melalui akun media sosialnya @pmiibrawijaya mengenai konsensi tambang yang akan diberikan pemerintah kepada Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU).
Dalam pernyataan sikapnya tersebut, PMII Komisariat Brawijaya menolak tegas izin pemberian tambang yang diberikan oleh pemerintah kepada PBNU, pasalnya sikap tersebut sangat bertentangan pada putusan sidang Bahtsul masail PBNU yang dilaksanakan pada tanggal 10 mei 2015 lalu. yang mana pada salah satu hasil putusannya dijelaskan bahwasannya aktivitas eksploitasi sumber daya alam Indonesia yang menyebabkan kerusakan lingkungan adalah haram.
“Kami secara kelembagaan sangat jelas menolak izin pengelolaan tambang yang diberikan pemerintah kepada PBNU, karena kami sebagai kader PMII yang memiliki nilai dasar pergerakan dan menjadi landasan kami dalam berfikir dan bertindak, pemberian izin tambang ini jelas tidak sesuai dengan apa yang selama ini kami yakini dan justru jika kami menerima akan sangat melecehkan nilai-nilai dasar pergerakan yang selama ini kami amalkan yaitu salah satunya adalah hablumminal alam.
Selain itu, kami patuh kepada hasil bahtsul masail yang juga hasil dari pemikiran ulama-ulama NU yang secara tegas dijelaskan bahwa aktivitas eksploitasi sumber daya alam Indonesia yang menyebabkan kerusakan lingkungan adalah haram.” ujar Dzaki Tantra Selaku Ketua Komisariat PMII Brawijaya.
Pernyataan sikap yang ia keluarkan tentunya bukan tanpa dasar, sebab sebelum adanya pernyataan sikap mengenai izin tambang yang diberikan pemerintah kepada PBNU, PMII Komisariat Brawijaya sudah melewati kajian dan diskusi yang mendalam, terkait dampak apa yang akan terjadi jika nantinya NU benar-benar mengelola tambang yang diberikan kepada PBNU.
Seperti yang diketahui bersama bahwasannya PBNU akan mendapatkan konsensi tambang bekas konsensi tambang PT Kaltim Prima Coal (KCP) hal ini disampaikan oleh Menteri Investasi atau Kepala BKPM Bahlil Lahdahlia.
"Hal ini justru nantinya akan menyulitkan PBNU jika hasil tambang sudah habis, karena harus mereboisasi bekas hasil tambang PT Kaltim Prima Coal dan juga bekas hasil tambang PBNU sendiri. Serta keberadaan masyarakat adat yang ada disekitar wilayah penambangan makin terdesak, seperti yang diketahui bersama, masyarakat adat dayak basap merupakan masyarakat adat yang menghuni daerah sekitar lahan pertambangan," jelasnya.
Editor : Ahmad Hilmiddin
Artikel Terkait